Jumat, 10 Oktober 2008

TUJUAN PENDIDIKAAN

Tujuan pendidikan akan sama dengan gambaran manusia terbaik menurut orang tertentu. Mungkin saja seseorang tidak mampu merumuskan dengan kata-kata atau tertulis tentang bagaimana manusia yang baik yang ia maksud. Sekalipun demikian tetap saja ia menginginkan tujuan pendidikan itu haruslah manusia terbaik. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan manusia. Manusia menginginkan semua manusia, termasuk anak keturunannya, menjadi manusia yang baik. Sampai di sini tidaklah ada perbedaan antara seseorang dengan orang lain mengenai tujuan pendidikan. Perbedaan akan muncul tatkala merumuskan ciri-ciri manusia yang baik itu.
Kualitas baik bagi seseorang biasanya ditentukan oleh pandangan hidupnya. Bila pandangan hidupnya berupa agama, maka manusia yang baik itu adalah manusia yang baik menurut agamanya. Bila pandangan hidupnya sesuatu filsafat, maka manusia yang baik itu adalah manusia yang baik menurut filsafatnya itu. Bila pandangan hidupnya berupa warisan nilai dari nenek moyang, maka manusia yang baik itu adalah manusia yang baik menurut pandangan nenek moyangnya itu. Yang paling banyak terdapat di dunia ini ialah campuran ketiga sumber nilai tersebut.
Dari sinilah muncul perbedaan-perbedaan tentang tujuan pendidikan. Perbedaan itu dipersempit tatkala negara itu merumuskan tujuan pendidikan negara (tujuan pendidikan nasional) nya. Tatkala membuat rumusan terjadilah “perdebatan” berkepanjangan. Penganut agama menginginkan tujuan pendidikan negara dirumuskan berdasarkan agamanya; orang filsafat menginginkan tujuan pendidikan negara ditentukan oleh ajaran filsafatnya; penganut warisan nenek moyang demikian juga.
Untunglah setiap negara mempunyai filsafat negaranya. Sesuai dengan filsafat negaranya itu negara tersebut merumuskana tujuan pendidikan negaranya. Dari jurusan ini akan muncul tujuan pendidikan menurut masing-masing negara. Ini jauh lebih sempit dibandingkan tujuan pendidikan menurut orang demi orang.
Katakanlah ada satu rumusan tujuan pendidikan dalam satu negara. Apakah itu merupakan jaminan dalam negara itu tidak ada orang yang menginginkan rumusan yang lain? Tentu ada, karena filsafat negara belum tentu diyakini terbaik oleh semua warga negara. Gejala ini jelas kelihatan tatkala wakil-wakil rakyat negara itu merumuskan tujuan pendidikan negaranya. Akhirnya apa yang terjadi? Yang terjadi ialah rumusan tujuan pendidikan negara dtetapkan dengan voting wakil rakyat. Ini berarti rumusan itu tidak benar-benar disepakati oleh seluruh warga negara.
Apakah ini berlaku untuk selama-lamanya? Ya, ini akan berlaku untuk selama-lamanya. Sesuatu keyakinan adalah milik orang yang meyakini. Keyakinannya itu tidak dapat diubah –dengan cara apapun- oleh pihak lain, oleh kekuasaan negara sekalipun.
Jika demikian maka rumusan tujuan pendidikan dapat menjadi penyebab perpecahan suatu negara. Ya, dan tidak. Ya, jika negara memaksakan semua usaha pendidikan harus melaksanakan pendidikan persis seperti rumusan tujuan itu. Tidak, bila negara memboleh kan usaha pendidikan menambahi atau mengurangi rumusan tujuan itu, asal dapat menjamin lulusannya menjadi warga negara yang baik (menurut undang-undang negara).
Perdebatan dapat juga terjadi karena rumusan tujuan pendidikan dianggap tidak sesuai dengan filsafat negara. Sebenarnya perdebatan ini wajar saja, karena pemahaman terhadap isi filsafat negara mungkin saja tidak persis sama antara orang yang satu orang lainnya.
Menghadapi perbedaan-perbedaan pendapat itu kita harus mengambil sikap demokratis. Artinya, biarkan rumusan itu, dukung pelaksanaan rumusan itu, demi beroperasinya negara, dengan syarat rumusan itu tidak menyimpang jauh sehingga mengancam keberlangsungan negara tersebut.

Tidak ada komentar: